Selasa, 11 November 2014

Analisis Artikel Manajemen





Pada artikel ini menjelaskan bagaimana cara-cara perencanaan yang baik (dalam bidang manajemen). Perencanaan ini termasuk perencanaan pengorganisasian dan penetapan. Dalam perencanaan yang baik, yang pertama, dibutuhkan adanya penyusunan alternatif. Ini diharapkan agar dapat menggunakan cara lain yang telah dipersiapkan apabila terjadi adanya kendala.

Kedua, pada perencanaan yang baik, harus realistis. Hal tersebut tentunya penting untuk pembuktian kerja, tidak hanya sekedar di atas kertas.

Yang ketiga, harus ekonomis. Karena sangat perlu dihindarkan terjadinya pemborosan. tidak hanya soal biaya, namun juga waktu, tempat dan sebagainya.

Keempat, harus fleksibel. Karena dalam praktek akan terjadi berbagai penyimpangan yang harus dihadapi dengan fleksibilitas.

Kelima, didasarkan partisipasi. Diharapkan dalam sebuah perencanaan adanya mengikutsertakan berbagai pihak untuk memperoleh input agar lebih sempurna.



Artikel kedua tentang pentingnya pengorganisasian yang baik. Apa saja manfaat dari pengorganisasian yang baik, adalah sebagai berikut:Membantu anggota Memahami Suatu Pesan, Membantu anggota Menerima Suatu Pesan, Menghemat Waktu, dan Mempermudah Pekerjaan Komunikator.

Dan cara-cara yang dilakukan antara lain:
  1. Subjek dan tujuan haruslah jelas
  2. Semua informasi harus berhubungan dengan subjek dan tujuan
  3. Ide-ide harus dikelompokan dan disajikan dengan cara yang logis.
  4. Semua informasi yang penting harus sudah tercakup.

sumber: 
http://danisnugroho.blogspot.com/2010/11/syarat-syarat-perencanaan-yang-baik.html
http://initugasku.wordpress.com/2010/03/03/pentingnya-pengorganisasian-yang-baik/


Selasa, 14 Oktober 2014

Ilustrasi Manajer



Saya adalah manajer sebuah hotel yang berlokasi di kawasan jakarta pusat. Hotel yang telah saya kelola selama 3 tahun ini sudah berdiri sejak 25 tahun lalu. Hotel berhasil membuka cabang di beberapa kota di indonesia antara lain Lombok, Bali dan Aceh. Dengan nama besar hotel ini, dibutuhkan tanggung jawab sangat besar untuk selalu memberikan yang terbaik untuk para pengunjung juga anggota karyawan kami sendiri. Salah satu usaha yang dilakukan adalah dengan mengingatkan motto hotel (yaitu "fasilitas, keramahan dan kenyamanan adalah yang utama bagi pelanggan") saat melakukan pertemuan(meeting) kepada teman-teman se-tim. Selalu mewanti-wanti agar karyawan memberikan pelayanan terbaiknya.

Selain itu hotel selalu membutuhkan adanya kritik serta saran yang membangun untuk kemajuan perusahaan. Sebagai manajer saya pun selalu terbuka dengan menerima dan meminta kritik dan saran dari para pengunjung. Sangat mengembirakan apabila para pengunjung pun dengan terbuka  memberikan masukannya kepada kami.

Sebagai manajer yang baik saya selalu menuntut diri untuk:

1. Meningkatkan kemampuan diri. Saya berusaha untuk selalu memperbaiki cara saya dalam memanajemen perusahaan termasuk meningkatkan kualitas diri dalam memimpin.
2. Membimbing anggota. Saya akan membimbing teman-teman se-tim agar dapat memberikan yang terbaiknya dalam bekarya.
3. Memiliki ketegasan. Ketegasan sangat penting bagi seorang manajer, begitu pula bagi semua pemimpin. Ketegasan di sini berarti adalah jika mengatakan A, harus berani mempertanggungjawabkan A itu tadi.

4. Menerima masukan. Selain meminta masukan kepada pelanggan, tentunya. Seorang manajer sendiri butuh masukan dari teman-teman se-tim.


daftar pustaka:

http://www.femina.co.id/isu.wanita/karier/kapan.saya.jadi.manajer/005/001/156
http://ciricara.com/2012/12/12/ciricara-5-cara-menjadi-manajer-yang-bertanggung-jawab/

Jumat, 18 Juli 2014

Kesehatan Mental | Uniform Complex : Penyimpangan Kekerasan yang Dilakukan oleh Oknum Kepolisian



Latar Belakang
Seragam adalah seperangkat pakaian standar yang dikenakan oleh anggota suatu organisasi sewaktu berpartisipasi dalam aktivitas organisasi tersebut. (sumber: Wikipedia). Umumnya baju seragam dibuat bertujuan untuk menegakkan keteraturan, ketertiban dan wibawa dari seluruh pengguna seragam di dalam suatu intansi. (www.valentinonapitupulu.com). Seragam dapat membuat individu yang sebelumnya kurang percaya diri menjadi percaya diri. Rasa keberanian juga dapat muncul dari para aparat kepolisian yang mengenakan seragam. Selain disegani oleh orang-orang, citra para aparat berseragam juga tegas dan tak pandang bulu dalam memberantas kejahatan serta menjaga dan mengayomi masyarakat. Namun ada kalanya terjadi penyimpangan yang dilakukan para petugas aparat itu.
Penyimpangan yang dilakukan para aparat polisi, cenderung berupa agresi atau kekerasan. Mereka merasa memiliki hak dan wewenang untuk berbuat demikian demi tuntutan pekerjaan. Dan yang menjadi objeknya tidak hanya orang terduga bersalah, namun juga orang yang tidak bersalah. Biasanya itu dilakukan untuk kenyamanan pribadi sang polisi.
Agresi merupakan tingkah laku yang bertujuan untuk menyakiti makhluk hidup lain yang tidak menghendaki diperlakukan demikian. (Baron, Branscombe, Byrne, 2008: 338). Para aparat merasa memiliki wewenang dan hak untuk melakukan agresi kepada para korbannya, seperti ketika berhadapan dengan para demonstran  yang anarkis, maka ia tidak segan-segan untuk memukul dan menghajar. 


Kekerasan oleh polisi



Pembahasan 


Penganiayaan oleh anggota kepolisian kepada seorang warga.
Lokasi: Jalanan kota Tegal, Jawa Tengah,
Waktu:  Siang hari, 9 juni 2014



Pengeroyokan warga oleh oknum polisi
Lokasi: di Jalanan daerah Sulawesi Utara 
Waktu: malam hari, 11 Juni 2014.



Penganiayaan tiga oknumn polisi terhadap seorang wartawan.
Lokasi: Di markas kepolisian Paniai, Papua
Waktu:  Kamis sekitar pukul 16.20 WIT 


Para demonstran yang terluka karena mendapat pengamanan oleh para aparat kepolisian.
Lokasi: tempat berdemonstrasi
Waktu: Jam-jam ketika demo berlangsung. (biasanya berlangsung anarkis)


Teori-teori terkait

Dalam psikologi umum; Teori Abraham Maslow, hierarki kebutuhan tingkat 4; Kebutuhan akan penghargaan dan Teori Abraham Maslow, hierarki kebutuhan tingkat 5; Kebutuhan akan aktualisasi diri. (Basuki, 2008)

Bidang Psikologi Sosial; Teori dari Deaux dan Wrigtsman (1998), dimana dalam kehidupan sehari-hari penyebab perilaku agresif yang paling sering memicu perilaku agresi adalah penghinaan verbal. Teori dari Myers (dalam Sarwono, 1999), bahwa element dari hostile aggresion adalah situasi yang bisa memicu agresivitas dengan memprovokasi pikiran tentang kebencian, perasaan benci, dan arousal. Dan terakhir teori yang dikemukakan oleh Weber (dalam Kesworo,1988), bahwa kekuasaan seseorang atau sekelompok orang mampu merealisasikan segenap keinginannya. (Kurniati & Sapari, 2008)


Analisa

Tindakan kekerasan oleh para oknum awalnya untuk dapat mengendalikan para pelaku kejahatan yang dianggap liar dan brutal, demi menciptakan situasi dan lingkungan yang aman. Teori yang dipakai dalam kasus-kasus di atas untuk para pelaku, yakni teori Abraham Maslow, hierarki kebutuhan. Lebih spesifiknya teori kebutuhan Maslow tingkat 4 yaitu kebutuhan akan penghargaan. Juga hierarki kebutuhan tingkat 5 yaitu aktualisasi diri (Sarwono, 2009). Di sini kita melihat para aparat melakukan penyimpangan berupa kekerasan awalnya adalah sebagai bentuk ketegasan seperti tuntutan profesinya. Namun bila yang dilakukan bertujuan untuk menyakiti dan melukai orang lain, tentunya ini telah melanggar kode etik kepolisian. Apalagi ia melakukan kekerasan tersebut karena asas penghargaan dirinya sendiri sebagai aparat kepolisian bahwa tidak ingin sembarangan diatur dan berkompromi.

Pada kasus pengroyokan warga oleh para oknum polisi di Sulawesi Utara,  permasalahan sebenarnya karena para polisi tersebut merasa marah saat dicegat oleh para pemuda yang sedang mabuk. Merasa bahwa mereka adalah aparat dan dihalang-halangi melaksanakan salah satu tugasnya, maka mereka berani melakukan pengroyokan atau kekerasan tersebut. Menurut Puspito (1989), para anggota kelompok cenderung merasa sebagai “orang kita” karena mereka mempunyai tujuan yang sama dan menaati kaidah yang sama (ingroup), sedangkan orang lain yang bukan dari kelompoknya tidak dapat dipercaya, dan oleh karenanya “orang luar” itu tidak dapat dijadikan basis hubungan yang akrab, atau secara ekstrim harus berhati-hati (outgroup). (Sapari, Kurinati. 2008)
Pada kasus pengroyokan oleh oknum polisi kepada seorang warga di Tegal, dikatakan bahwa oknum polisi tersebut melakukan penganiayaan karena tersinggung ditegur oleh korban(warga) untuk melambatkan laju sepeda motor yang dikendarainya. Tidak terima dengan teguran, si pelaku dengan mengajak temannya sesama polisi, memukuli korban sampai babak belur bahkan nyaris buta sebelah. Pada teori dari Deaux dan Wrigtsman (1998), dikatakan dimana dalam kehidupan sehari-hari penyebab perilaku agresif yang paling sering memicu perilaku agresi adalah penghinaan verbal. Verbal mungkin tidak begitu menyakiti, tetapi ketika seseorang menganggap penghinaan tersebut sebagai sesuatu yang mengancam maka penghinaan tersebut akan dipersepsikan sebagai suatu tindakan yang agresif sehingga menyebabkan seseorang terdorong untuk membalas dengan perilaku agresi. (Sapari, Kurinati. 2008)  Dalam kasus ini polisi merasa bahwa dirinya tidak terima mendapat teguran, maka ia melakukan agresi. Agresi yang dilakukan aparat tersebut termasuk ke dalam faktor personal; Narsisisme atau Bertingkah laku agresif karena menganggap orang lain mengancam citra diri (ego-threat) sebagai orang atau tokoh taat aturan. (Sapari, Kurinati. 2008)
Pada kasus penganiayaan polisi kepada seorang wartawan di Papua adalah penyimpangan yang merupakan bentuk dari agresi pertahanan dari polisi. Oknum polisi tidak ingin diliput karena mengganggu dan khawatir pemberitaan macam-macam wartawan. Koordinator Divisi Advokasi AJI(Aliansi Jurnalis Independen) Indonesia, melalui siaran persnya mengutuk keras peristiwa kekerasan yang menjadikan jurnalis sebagai targetnya. Apalagi, bila benar aksi kekerasan pada jurnalis itu benar dilakukan oleh polisi. Jurnalis itu berada di lokasi karena aktivitas jurnalistiknya. Aktivitas tersebut dilindungi UU Pers. AJI Indonesia mengutuk keras kejadian itu. Dan juga dikatakan bahwa Meminta Kepala Kepolisian RI untuk mengendalikan aparat Polri di seluruh Indonesia agar menggunakan prosedur penanganan aksi secara profesional dan terukur, sesuai slogan Polri: mengayomi dan melindungi masyarakat. Sesuai dengan UU Pers No 40 tahun 1999, menghalang-halangi tugas jurnalistik diancam pidana dua tahun penjara dan denda Rp 500 juta. (http://img.bisnis.com/posts/2013/08/19/157636/130819_kekerasan wartawan_thumb.htm)

Pada foto demonstran yang babak belur dihajar para oknum polisi, terlihat tindakan polisi cenderung brutal. Hal ini bermula karena berlangsungnya demonstrasi yang tidak tertib. Dalam pelaksanaan  penyampaian pendapat di depan umum,  demonstrasi harusnya dapat dilakukan secara tertib dan damai tetapi dapat pula demonstrasi berkembang menjadi gerakan yang cenderung agresif dan anarkis bahkan terkesan brutal. Ketika berlangsungnya aksi demonstrasi tidak jarang terjadi tindakan pemaksaan, penembakan, pemukulan dan bahkan sampai pada pengerusakan fasilitas umum, yang dilakukan oleh polisi (maupun demontran). Di mata masyarakat, kekerasan yang dilakukan polisi dalam aksi demonstrasi terbilang ironis karena keberadaan polisi pada dasarnya adalah untuk melindungi, bukannya melakukan kekerasan. Teori yang dikemukakan oleh Myers (dalam Sarwono, 1999), bahwa element dari hostile aggresion adalah situasi yang bisa memicu agresivitas dengan memprovokasi pikiran tentang kebencian, perasaan benci, dan arousal. Reaksi ini membuat subjek lebih peka terhadap niat untuk menyakiti dan untuk bereaksi agresif. (Sapari, Kurinati. 2008).
Teori yang dikemukakan oleh Weber (dalam Kesworo,1988), mengatakan bahwa kekuasaan seseorang atau sekelompok orang mampu merealisasikan segenap keinginannya. Salah satu aspek penunjang kekuasaan adalah pengabdian atau kepatuhan, kepatuhan itu sendiri dianggap memiliki pengaruh yang kuat terhadap kecenderungan dan intensitas agresi seseorang. (Sapari, Kurinati, 2008).


Kesimpulan yang dapat diambil, bahwa para aparat kepolisian dipandang memiliki sikap tegas dan tidak pandang bulu dalam memberantas kejahatan. Adapun sesuai semboyan kepolisian yaitu melindungi, mengayomi dan melayani masyarakat. Jadi, secara profesinya, aparat kepolisian melakukan tindakan tegas karena tuntutan profesinya. Namun apabila tindakan ketegasannya sudah merujuk pada kekerasan tentunya ini tidak sesuai dengan semboyan mereka.
Kekerasan yang dilakukan aparat kepolisian pada kasus-kasus di atas kebanyakan dilakukan untuk kepentingan pribadinya, tidak untuk kepentingan masyarakat. Seperti kasus polisi yang menganiaya warganya hanya karena tersinggung ditegur warga akibat mengebut di jalan raya. Tentunya ini malah bertentangan dari semboyan dan misi kepolisian yang  harusnya dijalankan.

Dari kasus serta teori yang telah dijelaskan di atas, para aparat memang diharuskan untuk bersikap tegas namun tentu kekerasan merupakan sebuah penyimpangan yang harus dihindarkan. Seragam yang dikenakan memang memberi pengaruh atau efek kepada kepribadian para aparat kepolisian tersebut. Karena seorang yang berprofesi polisi tanpa mengenakan seragam belum tentu muncul keberanian melakukan perilaku arogansi dan agresi seperti itu.

Daftar Pustaka

Kurniati & Sapari. Gambaran agresivitas aparat kepolisian yang menangani demonstrasi. Jurnal psikologi volume 1 no.2. Penerbit universitas gunadarma.
Jakarta:2008

Heru Basuki.Psikologi Umum. penerbit universitas Gunadarma.
Jakarta:2008

Sarwono, Sarlito. Psikologi Sosial. penerbit Salemba Humanika
Jakarta: 2009
http://img.bisnis.com/posts/2013/08/19/157636/130819_kekerasan wartawan_thumb.jpg

Wikipedia

http://www.indosiar.com/ penganiayaan-oleh-polisi_77224.html
http://www.indosiar.com/ polisi-keroyok-warga-hingga-kritis_77200.html

Google images

www.valentinonapitupulu.com



Kamis, 19 Desember 2013

PTI Pembahasan Jurnal Psikologi: Faktor Prestasi Akademik yang Dipengaruhi oleh Media Teknologi


Saya akan membahas tiga jurnal psikologi tentang faktor prestasi akademik yang dipengaruhi oleh media  teknologi.


  sumber foto: google
Di jurnal pertama berjudul Hubungan ProsesBelajar Mengajar Berbasis Teknologi dengan Hasil Belajar: Studi Metaanalisis, di sini diterangkan dalam proses belajar mengajar antara mahasiswa dan pengajar di kelas memiliki keuntungan apabila menggunakan teknologi. Contohnya pada awal 1990an, materi dapat dituliskan pada media transparan yang kemudian direfleksikan ke layar yang besar sehingga dapat  disajikan  pada  mahasiswa di kelas. Selain itu, teknologi komputer mulai memberikan kontribusi dalam proses pembelajaran. Saat ini telah menjadi pemandangan umum bila seorang mahasiswa membawa laptop
dalam mengikuti semua kegiatan akademiknya. Hal ini juga didukung oleh teknologi internet dan intranet serta multimedia yang telah hadir dan menjadi focus pengembangan teknologi informasi dunia. Metaanalisis terbaru  yang lain menguji pengaruh bantuan pengajaran computer pada prestasi siswa di dalam ilmu pengetahuan dengan aspek demografi yang berbeda (Christmann & Badgett, 1999), mikro komputer berbasis bantuan instruksi computer pada daerah yang berbeda (Christmann, Badgett, & Lucking, 1997), perbedaan jenis kelamin di dalam perilaku dan sikapsikap yang terkait dengan komputer (Whitley, 1997), dan efektivitas dari bantuan pengajaran komputer pada prestasi akademis pada siswa lanjutan(Christmann, Lucking, & Badgett, 1997). Penggunaan teknologi untuk memperbaiki proses belajar mengajar memiliki beberapa pertimbangan.
 Beberapa keuntungan dari penggunaan teknologi informasi untuk sistem pembelajaran di luar kelas adalah: 
 (a) penambahan akses untuk belajar,
 (b) penambahan sumber informasi yang lebih baik,
 (c) penambahan ketersediaan media alternatif    untuk mengakomodasi strategi pembelajaran yang beraneka ragam,
 (d) motivasi belajar menjadi semakin tinggi, dan model pembelajaran individu maupun kelompok menjadi lebih potensial (Niemi & Gooler, 1987).
Waxman & Huang (1996) menemukan hasil penelitian yang serupa, di mana pengajaran di kelas yang jarang menggunakan teknologi cenderung menggunakan pendekatan pengajaran secara umum, di
mana para siswa secara umum mendengarkan atau mengamati guru. Pengajaran di dalam kelas yang berbasis media teknologi dan menggunakannya dalam proses belajarmengajar mempunyai pendekatan pengajaran kelas umum sangat sedikit dan jauh lebih bebas dalam melaksanakan pengajaran.
Dengan ini disimpulkan,pada jurnal pertama, bahwa dalam proses belajar mengajar di lingkungan kampus yang menggunakan bantuan media teknologi informasi, dapat mempengaruhi prestasi akademik mahasisiwa. Hal ini karena informasi yang didapatkan dari internet berasal dari berbagai sumber sehingga menambah pengetahuan mahasiswa.


Pada jurnal yang kedua berjudul PerilakuPenggunaan Internet pada Kalangan Remaja di Perkotaan. Dalam jurnal tersebut dijelaskan dalam beberapa  hasil studi-studi yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa aktivitas internet yang paling banyak dilakukan kalangan remaja perkotaan di Indonesia saat itu pada umumnya adalah chatting. Aktivitas ini jauh sekali dari menggunakan internet sebagai sumber informasi untuk tugas atau pelajaran sekolah. Situasi remaja di Indonesia seperti ini kontras dengan remaja di Amerika dan Inggris. Survei nasional yang digelar Pew Internet & American Life Project (2001) pada sekitar 17 juta remaja berusia 12 sampai dengan 17 tahun di Amerika menyatakan bahwa 94% remaja online Amerika melakukan aktivitas mencari
sumber atau bahan untuk menyelesaikan penelitian sekolah. Sementara itu, di Inggris, studi yang diadakan Livingstone, dkk. (2004) juga menemukan bahwa sebanyak 50% responden remaja Inggris berusia 9 hingga 19 tahun mengaku menggunakan internet untuk mengerjakan tugas sekolah atau kuliah. Dilema yang dihadapi para pihak sekolah di Indonesia saat itu merupakan hal wajar, karena mereka merasa paranoid jika siswa-siswinya akan mudah terpengaruh dampak negatif dari internet. Terlebih selama ini sudah banyak dilakukan penelitian tentang dampak negatif yang ditimbulkan dari penggunaan internet, terutama pengaruh buruk akan hadirnya berbagai bentuk pornografi terhadap kalangan remaja. Sebagaimana yang dikatakan oleh beberapa ahli
bahwa penggunaan internet di sekolah sebaiknya perlu mendapatkan perhatian, karena melalui internet siswa-siswi tidak saja bisa mengakses sumber-sumber yang relevan dengan pendidikan, tetapi bisa juga dimungkinkan untuk mengakses sumber-sumber yang tidak ada hubungannya dengan pendidikan atau bahkan bersifat negatif. McNealy (1999) menyatakan bahwa memberikan kesempatan kepada siswa untuk duduk di depan komputer dan menggunakan internet adalah tidak lebih memberikan kesempatan kepada mereka untuk duduk menonton TV. Kemudian Lawrence dan Glies (1999) memperkirakan bahwa lebih dari
800 juta website yang ada, hanya sekitar sekian juta yang menampilkan pendidikan yang dianggap cukup bernilai untuk anak SMP dan SMA. pada umumnya remaja tingkat SMP dan SMA melakukan aktivitas mengakses internet untuk hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan dan untuk kepentingan lain. Untuk hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan ini berarti mereka melakukan segala sesuatu guna menunjang segala tugas dan prestasi mereka di sekolah. Sedangkan untuk kepentingan lain adalah aktivitas selain untuk tujuan kepentingan pendidikan, seperti untuk hiburan mendownload lagu favorit atau sekedar mencari informasi tempat berlibur.


Pada jurnal ketiga berjudul Pengaruh Media Pembelajaran Multimedia Terhadap PrestasiBelajar Siswa Terhadap Mata Pelajaran KKPI Kelas XI SMK Negeri I Tombulu.
Dalam jurnal ini dijelaskan, perkembangan teknologi multimedia membuka potensi besar dalam perubahan cara belajar, cara memperoleh informasi dan sebagainya. Dengan perkembangan multimedia ini juga membuka peluang bagi para pendidik untuk mengembangkan system pembelajaran supaya menghasilkan hasil yang optimal. Demikian pula bagi peserta didik, dengan multimedia diharapkan mereka akan lebih mudah menentukan dengan cara apa dan bagaimana menyerap informasi yang disampaikan secara cepat dan efisien.
Proses belajar mengajar  seringkali dihadapkan pada materi yang abstrak dan diluar pengalaman siswa sehari hari, sehingga materi tersebut menjadi sulit diajarkan guru dan sulit dipahami siswa. Dalam hal ini komputer dengan dukungan multimedia dapat menyajikan sebuah tampilan berupa teks tang tidak menonton dan lebih menarik yang lebih interaktif. Tampilan tersebut akan membuat penggunalebih leluasa memilih, menyaring, dan memahami pengetahuan.
Disampaikan pula dalam penelitian yang dilakukan penulis jurnal kepada beberapa siswa-siswa kelas XI SMK Negeri I Tombulu. Yaitu beberapa siswa yang menggunakan multimedia sebagai penunujang pembelajaran dan beberapa siswa yang tanpa menggunakan multimedia sebagai penunujang pembelajaran .
Dengan menggunakan perhitungan uji menjelaskan bahwa nilai Fhitung = 76,37 > Ftabel  = 60,39. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh positif dan signifikan antara disiplin belajar (X) terhadap prestasi belajar(Y) siswa pada mata pelajaran KKPI kelas XI SMK Negeri I Tombulu. Berdasarkan analisis dan hasil pengujian hipotesis serta pembahasan, disimpulkan 
Prestasi belajar dari kelompok siswa mengikuti proses pembelajaran dengan menggunakan media pembelajaran multimedia lebih tinggi dari prestasi belajar kelompok siswa yang mengikuti proses pembelajaran tanpa menggunakan media.

SUMBER: