Minggu, 31 Maret 2013

Cerita Rakyat (Legenda)

MALIN KUNDANG

Alkisah hiduplah sebuah keluarga nelayan di pesisir pantai wilayah Sumatera Barat. Keluarga
tersebut terdiri dari ayah, ibu dan seorang anak laki-laki yang diberi nama Malin Kundang . Karena
kondisi keuangan keluarga memprihatinkan, sang ayah memutuskan untuk mencari nafkah di negeri seberang dengan mengarungi lautan yang luas. Maka tinggallah si Malin dan ibunya di gubug mereka. Seminggu, dua minggu, sebulan, dua bulan bahkan sudah 1 tahun lebih lamanya, ayah Malin tidak juga kembali ke kampung halamannya. Sehingga ibunya harus menggantikan posisi ayah
Malin untuk mencari nafkah. Malin termasuk anak yang cerdas tetapi sedikit nakal. Ia sering mengejar ayam dan memukulnya dengan sapu. Suatu hari ketika Malin sedang mengejar ayam, ia
tersandung batu dan lengan kanannya luka terkena batu. Luka tersebut menjadi berbekas dilengannya dan tidak bisa hilang.
Setelah beranjak dewasa, Malin Kundang bercita-cita untuk berlayar ke seberang dengan harapan nantinya ketika kembali ke kampung halaman, ia sudah menjadi seorang yang kaya raya. Malin tertarik dengan ajakan seorang nakhoda kapal dagang yang dulunya miskin sekarang sudah menjadi seorang yang kaya raya. Malin kundang mengutarakan maksudnya kepada ibunya. Dengan berat hati Ibu Malin Kundang akhirnya menyetujuinya walau dengan berat hati. Setelah mempersiapkan bekal dan perlengkapan secukupnya, Malin segera menuju ke dermaga dengan diantar oleh ibunya. "Anakku, jika engkau sudah berhasil dan menjadi orang yang berkecukupan, jangan kau lupa dengan ibumu dan kampung halamannu ini, nak", ujar Ibu
Malin Kundang sambil berlinang air mata. Kapal yang dinaiki Malin semakin lama semakin jauh dengan diiringi lambaian tangan Ibu Malin Kundang.
Malin Kundang bekerja kepada seorang saudagar kaya raya pemilik kapal. Malin adalah pekerja yang giat dan cekatan dalam bekerja. Hal itu membuat sang saudagar menyenangi Malin. Malin  pun diangkat menjadi tangan kanan si saudagar.
Beberapa tahun kemudian Malin Kundang dijodohkan dengan putri si saudagar dan kemudian  mereka menikah.
Kini Malin memiliki banyak kapal dagang dengan anak buah yang jumlahnya lebih dari 100 orang. Setelah menjadi kaya raya, berita Malin Kundang yang telah menjadi kaya raya dan telah menikah sampai juga kepada ibu Malin Kundang. Ibu Malin Kundang merasa bersyukur dan sangat gembira anaknya telah berhasil. Sejak saat itu, ibu Malin Kundang setiap hari pergi ke dermaga, menantikan anaknya yang mungkin pulang ke kampung halamannya. Setelah beberapa lama menikah, Malin dan istrinya melakukan pelayaran dengan kapal yang besar dan indah disertai anak buah kapal serta pengawalnya yang banyak. Ibu Malin Kundang yang setiap hari menunggui anaknya, melihat kapal yang sangat indah itu, masuk ke pelabuhan. Ia melihat ada dua orang yang sedang berdiri di atas
geladak kapal. Ia yakin kalau yang sedang berdiri itu adalah anaknya Malin Kundang beserta istrinya.
Malin Kundang pun turun dari kapal. Ia disambut oleh ibunya.  Setelah cukup dekat, ibunya melihat belas luka dilengan kanan orang tersebut, semakin yakinlah ibunya bahwa yang ia dekati adalah Malin Kundang.
"Malin Kundang, anakku, mengapa kau pergi begitu lama tanpa mengirimkan kabar?", katanya sambil memeluk Malin Kundang. Tapi apa yang terjadi kemudian? Malin Kundang segera melepaskan pelukan ibunya dan mendorongnya hingga terjatuh.
"Wanita tak tahu diri, sembarangan saja mengaku sebagai ibuku", kata Malin Kundang pada ibunya. Malin Kundang pura-pura tidak mengenali ibunya, karena malu mengakui ibunya yang sudah tua renta dan mengenakan baju compang- camping karena kemiskinannya.
"Wanita itu ibumu?", Tanya istri Malin Kundang.
"Tidak, ia hanya seorang pengemis yang pura-pura mengaku-aku sebagai ibuku." sahut Malin kepada istrinya.
Mendengar pernyataan dan diperlakukan semena-mena oleh anaknya, ibu Malin Kundang sangat marah. Ia tidak menduga anaknya menjadi anak durhaka.
Karena kemarahannya yang memuncak, ibu Malin menengadahkan tangannya sambil berkata
"Oh Tuhan, kalau benar ia anakku, aku kutuk  dia menjadi sebuah batu".
 Tidak berapa lama kemudian angin bergemuruh kencang dan badai dahsyat datang menghancurkan kapal Malin. Dan Malin Kundang yang ketakutan tersungkur dan berubah menjadi batu karena doa ibu kandungnya.


Legenda Malin Kundang  menceritakan tentang anak yang durhaka kepada orangtua, sang ibu. Bagaimana seorang anak yang durhaka kepada sang ibu harus menerima nasib buruk(dikutuk) karena ketidakrelaan sang ibu didurhakai dengan tidak dianggap sebagai ibu kandungnya sendiri.
Cerita ini memberi pengaruh yang baik agar anak-anak tidak melakukan hal seperti yang di lakukan si Malin Kundang. karena seperti yang kita tahu bahwa syurga berada di telapak kaki ibu.
Tentu kisah ini sangat berdampak pada warga Padang, Sumatera Barat karena kita dapat menemukan sebuah batu yang terukir sebagai sebuah patung yang digambarkan sebagai Malin Kundang di salah satu pantai di kota itu..